Rabu, 10 Desember 2014

Andai Nat Tahu (Majalah HAI 29 September 2014)

Majalah HAI 29 Sepember 2014
Nat yang membuatku seperti ini. Benar, Nat, dengan ketidakpeduliannya akan perasaan yang berkecamuk di hatiku. Perasaan yang telah kumiliki dan kujaga sejak kami tumbuh bersama.  

Lelahmu jadi lelahku juga
bahagiamu bahagiaku pasti
berbagi takdir kita selalu
kecuali tiap kau jatuh hati

Ya, aku akan melakukan apa pun asal bisa membuat Nat bahagia. Sekalipun harus bersandiwara di hadapannya. Seperti saat ini. 

"Sorry, aku benar-benar lupa kalau ada janji dengan Regia."

Ah, Nat berbohong lagi. Menggunakan alasan yang sama agar bisa pergi bersama Timo dan melewatkan ritual kami setiap bulan: menonton di bioskop. Aku sering iri pada setiap cowok yang dekat dengan Nat. Saat Nat jatuh cinta mereka menduduki tempat teratas di hatinya. Lebih penting dari ikatan di antara kami.

Nat memang sosok terdekat dalam hidupku. Sejak SD kami selalu bersama. Nat yang tetangga baru, tepat di sebelah rumahku, tidak pandai berteman. Sama sepertiku. Selain itu, orang tuanya pun tidak mengizinkan dia bergaul dengan sembarang orang. Alhasil, akulah orang terdekat Nat hingga sekarang. Di samping buku, film serta musik yang mendekatkan kami. 

Kisah "Andai Nat Tahu"

Terkejut bercampur senang adalah reaksi pertama saya saat mendapatkan surel dari Hai. Jauh dari bayangan saya kalau cerpen yang tidak saya jagokan ini akan dimuat secepat itu (saya kirim tanggal 15 September, tanggal 17 September dapat kabar kalau cerpen itu akan dimuat). Padahal, cerpen yang saya kirim hampir dua bulan sebelumnya tidak ada kabarnya sama sekali. Jujur, cerpen yang saya kirim itu lebih baik menurut saya sehingga saya pilih untuk dikirim duluan. Cerpen "Andai Nat Tahu"  ini sudah menghuni buku cerpen saya selama tiga bulan.

Penasaran dong , kenapa cerpen yang saya kirim sebelumnya tidak dimuat? Saya baca lagi (nggak cukup sekali, lho) dan saya punya kesimpulan sendiri mengapa cerpen tersebut tidak dimuat. Ah, saya yakin tulisan saya ini akan menemukan rumahnya. Bila tidak juga, bukankah dia telah menghuni harddisk saya?! He he he....  

Ini surel yang saya terima dari HAI:

Menulis cerpen degan inspirasi lirik lagu mungkin pernah dilakukan Sang Pengarang lagu itu sendiri (Dee Lestari) lewat buku Rectoverso dan lagu Malaikat Juga Tahu. Tapi, kamu berangkat dengan tema yang sedikit dimodifikasi dan sudah disesuaikan dengan kisah cinta remaja. Bagus lho!

Nah, teman-teman, jangan pernah berputus asa dan gampang menyerah bila tulisan yang kalian kirim ke media tidak dimuat. Bukan karena tulisan itu jelek atau tidak layak muat. Setiap media punya aturan sendiri untuk memuat tulisan yang layak muat. Setiap redaktur juga punya aturan atau kriteria sendiri mengenai tulisan apa yang cocok untuk medianya. Jadi, tetap semangat menulis dan jangan berhenti berusaha agar tulisan kita bisa menembus media yang kita inginkan.  Keep on writing! (@analydiap07)

Setia Memeluk Kenangan (Situs Hutanta)

Sampai kapan pun, aku tidak bisa membencinya. Perasaan yang kumiliki tentang dia begitu kuat. Dia bisa saja menjadi bagian masa lalu dari hidupku. Tapi, aku tidak pernah membiarkannya terjadi. Mencintainya adalah kesalahan terindah yang tidak harus kusimpan bersama lipatan waktu.

Mungkin, di matanya aku adalah wanita dengan karakter rumit. Kuakui, aku adalah wanita yang sangat sulit menerima kebaikan dan perhatian orang lain. Aku selalu curiga bila orang bersikap baik dan ramah padaku. Menurutnya, aku terlalu tertutup dan mandiri. 

"Aku tidak pernah bisa memahamimu," ujarnya dengan kepala menggeleng. Saat itu kami usai menonton sebuah film romantis. Tujuan awalnya mencari majalah yang memuat tulisanku. Tiba-tiba saja, setengah memaksa aku membujuk dia untuk menemaniku menonton. Keberanian yang kudapat setelah mengenalnya cukup lama dan kami mulai dekat.

"Dari luar kamu terlihat angkuh dan kuat. Kenyataannya, kamu mudah sekali tersentuh oleh hal-hal kecil yang buat orang lain biasa saja," lanjutnya dengan seringai menggoda, ketika melihatku berkali-kali menyeka air mata selama menonton.

Jumat, 05 Desember 2014

Menembus Majalah Hai

Menembus majalah Hai adalah keinginan saya yang tidak berani saya realisasikan ... dulu. Menulis cerpen cowok banget?! Huah, enggak terpikirkan deh! Apalagi cerpen yang saya tulis kebanyakan cerita remaja cewek (nanti ... teman-teman bisa membandingkan gaya bercerita saya di Hai dengan media lain yang khusus cewek). 

Keinginan itu timbul kembali saat saya sering mengunjungi salah satu blog yang banyak memuat cerpen dia yang dimuat di Hai (Dwi, terima kasih sudah posting cerpen-cerpenmu!). Lalu, saya cari, tema apa yang kira-kira bisa menembus Hai.

Tanpa berharap banyak, saya kirim "Orang Ketiga" setelah menghuni buku cerpen saya selama dua puluh hari. Tiga minggu kemudian saya dapat kabar dari kalau cerpen itu akan dimuat. Rasanya ... wuih, seneng banget! Cerpen pertama yang saya kirim ke Hai sekaligus cerpen pertama saya yang dimuat di Hai.  Terima kasih Redaktur Hai, saya suka dengan komentar-komentarnya. Membuat saya senang menulis di Hai.

Ini surel dari Hai tentang "Orang Ketiga":

Wah, cerpen kamu "gelap" juga ya. Agak-agak psycho, hehehe. Nah, karena keunikan cerpen kamu ini, cerpen kamu layak tayang di Hai No. 21 yang terbit tanggal 26 Mei 2014.

Untuk teman-teman yang mau kirim cerpen ke  baca syarat-syaratnya di Hai. Enggak rugi kok beli majalah ini karena teman-teman bisa tahu cerpen seperti apa yang layak muat di Hai. Selamat menulis! Tetap berusaha. (@analydiap07)

Orang Ketiga (Majalah HAI 26 Mei 2014)

Majalah HAI edisi 26 Mei 2014
"Arga ...."

"Hmmm ...." 

"Aku senang karena kamu selalu ada untukku."

Aku mengangguk dan memberi senyum tipis untuknya. Hal kecil yang selalu kulakukan setiap kali Narin sedang bersedih atau kesal. Sama seperti kali ini, saat ia masih sibuk menyeka air matanya karena baru saja bertengkar dengan Yunus, cowoknya. Yang menurutnya berubah karena mulai suka bohong dan tidak setia.

"Ini sudah yang kesekian kalinya dia membohongiku. Dia bilang tidak bisa menemaniku mencari buku, ternyata dia pergi nonton dengan cewek lain," ujarnya terbata di antara isak tangisnya.  

"Kamu tahu dari mana kalau dia jalan dengan cewek lain?" tanyaku seraya menatapnya cukup lama.  

"Ada seseorang yang memberitahuku dan dia mengirimkan buktinya." Narin segera menyerahkan ponselnya padaku.

Aku segera memeriksanya seperti biasa kulakukan bila Narin meminta pendapatku. Ada beberapa foto Yunus bersama seorang gadis tengah bergandengan tangan menuju pintu masuk sebuah bioskop. Sebenarnya, tanpa perlu kulihat lagi aku sudah melihat foto-foto itu sebelumnya.

"Belum tentu juga cewek itu selingkuhannya, Rin," sanggahku.

"Kamu nggak tahu, Ar. Perasaanku sebagai cewek tahu kalau dia ada main dengan cewek lain di belakangku. Sikapnya selama ini telah membuktikan itu. Lagi pula, mengapa dia harus berbohong?" Narin tampak sewot.

Aku hanya bisa menghela napas. Narin mudah sekali percaya tanpa mau menyelidikinya dulu. Satu sifatnya yang membuat aku sering besitegang dengannya di awal pertemanan kami, namun sangat kusyukuri kemudian. 


"Aku nggak ngerti, mengapa semua cowok yang dekat denganku dan bilang sayang ternyata yang paling sering menyakiti dan mengecewakan aku."



--- alp ---



Jumat, 07 November 2014

Mengapa Jejak Kecil Ana Lydia?

Entah mengapa, nama itu yang terlintas di pikiran saya. Sebenarnya keinginan untuk membuat blog sudah ada sejak dua tahun lalu. Namun, karena saya suka menunda, sedikit malas dan juga gaptek, akhirnya baru saya wujudkan sekarang.

Karena saya pehobi menulis (bukan penulis dan pengarang), blog ini saya buat untuk berbagi pengalaman menulis saya serta mengeluarkan semua ide-ide yang memenuhi kepala saya, yang saya realisasikan dalam bentuk tulisan. Saya berharap siapa pun yang tersesat dan singgah di blog ini akan senang, terhibur dan meninggalkan blog ini dengan membawa pengalaman baru serta bisa menularkan semangat menulis yang pernah terjegal karena berbagai alasan.

Selamat membaca tulisan dan celoteh saya. Silakan meninggalkan jejak berupa komentar ataupun pertanyaan. ^_^