Rabu, 29 April 2015

Sebuah Rumah untuk Livi (Majalah Gadis 7 April 2015)

Cerpen ini dimuat di Majalah Gadis Edisi 7 April 2015
Livi selalu berharap, keajaiban akan datang tahun ini. Hampir setiap akhir tahun; ketika malam pergantian tahun; saat keluarga besar Papanya berkumpul dan berdoa bersama, doanya tidak pernah berubah: keajaiban akan datang untuk dia dan Papa. Doa Livi sendiri adalah: Mama akan berkumpul kembali dengannya dan Papa. Mereka akan kembali menjadi keluarga kecil yang utuh dan bahagia.

Sejak Mama memutuskan untuk berpisah dengan Papa dua tahun lalu, Livi merasa menjadi gadis tidak beruntung. Ia berubah jadi pendiam, tertutup dan membatasi diri. Ia cenderung tak percaya pada kebaikan dan perhatian orang lain padanya. Ia menjadi terbiasa untuk tidak percaya pada siapa pun. Keluarga yang tidak utuh serta kekecewaan pada orang terkasih yang merenggut kebahagiaan dan keceriaan masa remajanya, membuat Livi tidak percaya bahwa cinta itu menghangatkan seperti matahari setelah hujan; seperti yang sering Mama katakan padanya. Dulu. Tepatnya setelah sebuah keluarga yang harmonis, utuh dan penuh dengan cinta kasih terenggut dari kehidupannya. Saat gadis remaja seusianya perlu teman berbagi banyak hal dan sangat butuh perhatian serta kasih sayang dari seorang perempuan yang dipanggil mama.

Sampai sekarang Livi masih belum mengerti: mengapa orang dewasa begitu egois? Baru setahun berpisah, Mama sudah menikah lagi dengan kekasih di masa SMA-nya dulu. Apa pun alasan Mama-Papa menikah–kata Mama karena dijodohkan orang tua– toh sudah ada dirinya sebagai buah cinta mereka. Setidaknya lima belas tahun bersama tentunya banyak kenangan dan momen manis yang terjadi. Tetapi, Mama lebih memilih meninggalkan dia dan Papa. Hanya untuk mengejar cinta masa mudanya.


--- alp ---

Tentang "Sebuah Rumah untuk Livi"

Berawal dari tweet sorang pemilik "Triangular Labyrinth" (terima kasih Kakak Loomie), saya tahu bahwa cerpen saya dimuat di Gadis. Antara senang dan surprise karena "Sebuah Rumah untuk Livi" baru saya kirim bulan Februari lalu dan awal bulan April sudah tercetak manis di Gadis.

Sejak awal, "Sebuah Rumah untuk Livi" saya tulis khusus untuk Gadis. Mungkin karena saya tulis pakai hati dan perasaan (lebay), makanya cerita itu mengalir dengan lancar. Dan, perjuangan untuk memperoleh bukti terbitnya benar-benar menguras waktu dan tenaga. Hari Sabtu saya berburu majalah Gadis. Dua lapak di Pasar Antri, Yogya Kepatihan, TB Tisera, Cikapundung sampai Alun-Alun Timur semuanya saya datangi dan hasilnya nihil. Semuanya habis. Waduh, saya sempat frustrasi. Jadi ingat pengalaman pertama saya waktu "Orang Ketiga" dimuat di Hai. Saya tidak mau hal itu terulang lagi.