Berawal dari tweet sorang pemilik "Triangular Labyrinth" (terima kasih Kakak Loomie), saya tahu bahwa cerpen saya dimuat di Gadis. Antara senang dan surprise karena "Sebuah Rumah untuk Livi" baru saya kirim bulan Februari lalu dan awal bulan April sudah tercetak manis di Gadis.
Sejak awal, "Sebuah Rumah untuk Livi" saya tulis khusus untuk Gadis. Mungkin karena saya tulis pakai hati dan perasaan (lebay), makanya cerita itu mengalir dengan lancar. Dan, perjuangan untuk memperoleh bukti terbitnya benar-benar menguras waktu dan tenaga. Hari Sabtu saya berburu majalah Gadis. Dua lapak di Pasar Antri, Yogya Kepatihan, TB Tisera, Cikapundung sampai Alun-Alun Timur semuanya saya datangi dan hasilnya nihil. Semuanya habis. Waduh, saya sempat frustrasi. Jadi ingat pengalaman pertama saya waktu "Orang Ketiga" dimuat di Hai. Saya tidak mau hal itu terulang lagi.
Sejak awal, "Sebuah Rumah untuk Livi" saya tulis khusus untuk Gadis. Mungkin karena saya tulis pakai hati dan perasaan (lebay), makanya cerita itu mengalir dengan lancar. Dan, perjuangan untuk memperoleh bukti terbitnya benar-benar menguras waktu dan tenaga. Hari Sabtu saya berburu majalah Gadis. Dua lapak di Pasar Antri, Yogya Kepatihan, TB Tisera, Cikapundung sampai Alun-Alun Timur semuanya saya datangi dan hasilnya nihil. Semuanya habis. Waduh, saya sempat frustrasi. Jadi ingat pengalaman pertama saya waktu "Orang Ketiga" dimuat di Hai. Saya tidak mau hal itu terulang lagi.
Dengan berbekal doa dan mengimaninya, hari Minggu saya pergi ke Gramedia Merdeka dan ... thank God, rasanya lepas deh semua lelah di badan waktu Mas yang kerja di sana menyerahkan majalah yang saya tanyakan! Sayangnya, godaan setiap pehobi membaca seperti saya tidak bisa menahan hasrat untuk membeli. Alhasil, selain Gadis, Nova, dua buah novel Sidney Sheldon dan James Patterson pun akhirnya saya bawa pulang. He he he (#getok kepala).
Yang pertama saya lakukan bila tulisan saya dimuat adalah membaca ulang tulisan saya berkali-kali. Apakah ada tulisan saya yang diubah atau diedit oleh Redakturnya? Untuk cerpen ini, ada beberapa poin yang saya catat.
1. Tidak ada satu kata pun yang dihapus.
2. Penulisan kata Mama dan Papa yang seharusnya memakai huruf kapital sering saya abaikan, oleh Redaktur diganti pakai huruf kapital. Untuk hal satu ini saya sering ngeyel dan hanya mau menggunakannya dalam sapaan saja. Padahal, di EYD sudah dijelaskan untuk hubungan kekerabatan dan sapaan harus pakai hurup besar. Saya tidak akan mengulanginya lagi.
3. Penghilangan tanda Apostrof, yang dalam EYD seharusnya digunakan untuk menunjukkan penghilangan bagian kata, oleh Redaktur dihilangkan. Mungkin ... mungkin terlalu ramai, ya?
4. Penulisan kata kokoh yang salah, seharusnya kukuh. He he he, saya juga baru tahu dari tweet-nya Penerbit Stiletto.
5. Ini yang paling mengganggu saya, penulisan kata orang tua. Karena ini kata majemuk (gabungan kata), saya selalu memisahnya, tapi Redaktur menggabungkannya menjadi satu kata. Tiga-tiganya diganti! Padahal, baik orang tua yang berarti parents dan "orang yang sudah tua", dalam EYD dan KBBI harus dipisah karena termasuk istilah khusus.
Sebenarnya ada beberapa kesalahan lain lagi yang saya temukan, tetapi saya anggap saya bisa memperbaikinya. Yang pasti, saya senang kok mengoreksi tulisan saya. Untuk menjadi lebih baik, mengapa tidak?
Selamat membaca tulisan saya yang jauh dari sempurna! (@analydiap07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar