Minggu, 07 April 2019

Pagi, Secangkir Kopi, Cokelat, dan Sepotong Kenangan


Sesederhana aku mencintai kehilanganmu

Bagaimana caramu menjaga kenangan agar tetap abadi di ingatanmu? Apakah dengan mengunjungi tempat-tempat khusus yang kerap kamu datangi? Apakah dengan mendengarkan musik? Mendengarkan sebuah lagu yang mengingatkanmu pada seseorang atau pada momen-momen tertentu yang menyentuh hatimu? Apakah karena kecintaanmu pada fajar pagi, langit biru, semburat senja, atau gelap malam bertabur bintang?

Mungkin juga karena sesuatu yang menyelusup masuk ke penciumanmu? Seperti aroma tanah basah, makanan kesukaan, aroma cake, atau muffin yang biasa dibuat orang terkasih dalam hidupmu. Aku yakin, setiap orang punya cara sendiri menjaga kenangan itu agar tetap hidup dalam ingatannya, sekalipun lipatan waktu berusaha menyembunyikannya.

Bagiku, kenangan selalu hadir pada pagi hari. Ketika aku dan kamu saling menatap hangat penuh pijar cinta dengan secangkir kopi di tanganmu dan cokelat panas di genggamanku, serta sentuhan kecil bibirmu di keningku. Ritual pagi yang selalu kita nikmati bersama. Di sela hangat mentari yang menerobos kamar karena pintu yang terkuak menghadap taman kecil kita, menatap butiran embun di dedaunan, serta aroma kopi dan cokelat yang menguar memenuhi udara kamar kita. Sampai detik ini, aku selalu menyukai dan merindukan hal ini dan menolak untuk berhenti melakukannya.

Kita tidak pernah mempersoalkan siapa yang lebih dulu bangun. Namun, kurasa kamu yang seringnya lebih dahulu terjaga. Kebiasaan yang terus berlanjut meski kita telah bersepakat untuk berbagi bahu. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan bahwa kita akhirnya akan berbagi banyak hal, mengingat betapa banyak perbedaan yang mengurai jarak di antara kita. Selain, tentu saja, buatku kamu adalah sosok yang begitu menyebalkan dan kerap membuat emosiku naik turun. Kamu kerap membuatku kesal dan anehnya aku mencintai kekuranganmu itu. Entahlah, terlalu membingungkan buatku.

Kadang aku merasa bahwa kita tidak seperti pasangan lain. Sejak kita memutuskan untuk menjalin hubungan perasaan, tidak banyak waktu yang kita habiskan berdua. Kamu dengan jiwa petualanganmu dan aku dengan dunia khayalku yang kurasa tidak terjangkau oleh pikiranmu. Selera kita pun sangat jauh berbeda. Ajaibnya, semesta berpihak mempersatukan kita.

Kamu tidak seperti lelaki lain yang hadir lebih dahulu dalam kehidupanku. Ada banyak hal yang awalnya sulit aku mengerti tentangmu. Salah satunya soal selera minum kita. Kamu menyukai kopi, sedangkan aku cokelat dan teh. 

Dulu, kamu kerap mengejek seleraku, saat kamu bertanya lewat pesan, apa sarapanku? Kamu selalu mengatakan bahwa cokelat yang aku minum berwarna merah. Entah mengapa, aku kerap terluka karena merasa bahwa kamu tidak memercayai kata-kataku. Rasa tidak percayamu itu sangat mengganggu pikiranku.



Aku baru tahu kemudian setelah mengenalmu lebih dekat. Cokelat panas adalah kenangan burukmu dengan seseorang yang telah melukai hatimu. Kekasih yang meninggalkanmu demi lelaki lain memiliki selera yang sama denganku. Sosok yang telah mengambil banyak ruang di ingatanmu sehingga terlalu sulit bagimu untuk melupakannya. Awalnya, aku selalu mencemburui kenyataan itu. Kamu menyukaiku karena dia. Menyedihkan sekali.

Mencintaimu adalah perasaan yang menyenangkan untukku. Terlalu menyenangkan, walaupun waktu yang kita miliki banyak tersita untuk kesibukan dan hobi kita. Aku tidak pernah menyesalinya. Seperti aku yang tidak pernah bisa berhenti menuliskan tentang kita yang kupos di blog pribadiku. Sementara kamu akan mendelik begitu membaca tulisanku dan menghujaniku dengan kecupan bertubi-tubi. Kita pun tergelak bahagia. 

Aku terlalu terpesona melihat pijar cinta di matamu. Aku melambung karena selalu membuatmu tidak bisa berhenti mencintaiku. Lagi dan lagi. Aku rasa kamu pun tergila-gila padaku. Kamu takut kehilangan aku. Apakah kamu terlalu mencintaiku?

Pagi itu, kamu berdiri di hadapanku. Entah untuk kesekian kalinya aku mencoba bertahan dan menyediakan setangkup maaf untukmu. Untuk malam-malam yang tak berkabar darimu. Untuk rentetan pesan mesra yang aku temukan di ponselmu. Seseorang dari masa lalumu. Perempuan beraroma cokelat yang berhasil mencuri semua ingatan di kepalamu dan tak menyisakan sedikit pun untukku.



Kamu meminta aku mengerti. Kamu meminta aku merelakan. Kamu menyudahi janji. Menebas mimpi dan rencana manis yang kita buat bersama. Kamu tidak peduli dengan luka di mataku dan bayang bening yang siap pecah dalam satu kerjapan saja.

Aku tidak ingin menahanmu. Sia-sia saja karena aku sudah tahu, kamu sudah berhenti mencintaiku. Api cinta di antara kita dengan cepatnya padam dan mati. Aku bukan lagi rumah yang membuatmu rindu untuk pulang. Aku hanya perlu menata kembali hatiku dan menikmati sepiku.

Dua orang yang pernah memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup bersama dengan segala risikonya, aku dan kamu ternyata tak mampu bertahan. Mungkin juga keinginan kita untuk bertahan sudah tidak ada. Apa karena kita menganggap cinta kita tidak cukup berharga untuk kita perjuangkan? Saat senyum dan tawa kita tidak sebanding dengan air mataku. Saat rasa nyaman tidak lagi aku dapatkan ketika bersamamu. Kita memiliki banyak celah dan kesempatan untuk melukai dan menyakiti.

Darimu aku belajar untuk tidak meratapi kepergianmu. Darimu aku mengerti bahwa mencintai tidak melulu tentang memiliki. Jangan tanya apakah aku akan baik-baik saja karena kamu mengerti seperti apa perasaanku. Setahun menjadi pasanganmu, menyadarkan aku bahwa komitmen dan perasaan bisa berubah karena naik turunnya perasaan.

Satu hal yang harus kamu tahu, aku akan selalu setia dengan perasaanku. Aku bahagia hanya dengan memikirkanmu di setiap pagiku bersama alunan "River Flows in You" dari ponselku, hangat mentari pagi yang menerobos masuk dari pintu kamar yang pernah kita huni bersama, serta aroma kopi dan cokelat yang memenuhi udara, dan membayangkan jemariku dalam genggaman hangatmu. Aku hanya perlu itu untuk mengenangmu. Sesederhana aku mencintai kehilanganmu.(alp)


Sumber gambar: Pixabay/Scronfinixio

Tidak ada komentar:

Posting Komentar