Minggu, 24 Januari 2016

Catatan Kecil "Di antara Rinai Gerimis"

Mengapa saya tertarik mengirim tulisan saya ke harian Analisa? Pertama, saya salut dan sedikit “iri” melihat seorang Eva Riyanty Lubis (pemilik "Perfect Day" ini) hampir setiap minggu tulisannya ada di sana. Kedua, saya bisa memantau tulisan saya bila dimuat dari e-paper-nya. Ketiga, saya ingin meninggalkan jejak tulisan saya di sana. :) Sejujurnya, sebagai blogger pemula seperti saya adalah hal yang membahagiakan bisa membagi tulisan saya melalui blog. Sebagai dokumentasi juga, sih.

"Di antara Rinai Gerimis" adalah cerpen ketiga saya tentang gerimis yang dimuat di media (dua majalah remaja dan satu koran). Cerpen ini saya buat akhir Oktober 2013 dan saya kirim ke Analisa pertengahan tahun 2015. Sejak saya kirim ke Analisa, setiap Minggu pagi (begitu bangun tidur) saya selalu mengecek e-paper-nya. Namun, tak pernah ada penampakannya. :(

Pertengahan bulan Januari ini, saya iseng browsing, mungkin ada tulisan saya yang dimuat tanpa pemberitahuan karena ada penambahan sejumlah uang di rekening saya saat saya melakukan penarikan di ATM untuk membeli buku (akhir tahun di Gramedia selalu ada diskon besar-besar). Ternyata, awal tahun ada cerpen saya yang dimuat di harian Analisa. Senang dong? Selalu! Saya cek melalui internet banking. Uang yang masuk pada akhir November. Jadi, .... Sampai sekarang saya belum tahu uang itu dari mana. Melihat jumlahnya sih, kemungkinan cerita anak.

Tidak ada yang sempurna. Begitu pula dengan cerpen saya ini. Seperti biasa, ada beberapa kata yang mengalami pengeditan, yaitu:

1. orang tua  ~>  orangtua

Penulisan kata majemuk atau gabungan kata yang seharusnya dipisah oleh editornya digabung (ada yang bisa bantu, penulisan yang benar karena selalu saya cek kembali di KBBI dan EYD dipisah kok?!).


2. tidak ~> tak

3. sejak lepas ~> selepas

4. milyaran ~> miliaran (terima kasih karena sudah memperbaiki kesalahan saya)

5. Untuk judul, tanda baca dan susunan kalimat tidak mengalami perubahan. Dan, tidak ada satu kata pun yang dibuang (max 6000 karakter, tapi cerpen saya lebih dari 10.000 karakter :D).

Dalam urusan mengurangi jumlah karakter dari tulisan yang sudah jadi adalah hal yang lumayan sulit buat saya. Seperti juga "Orang Ketiga" dan "Andai Nat Tahu", dua cerpen itu tidak sesuai persyaratan medianya, namun saya berterima kasih dan bersyukur karena sang editor tidak memasukkannya ke tong sampah serta tidak mengalami pemangkasan sedikit pun (berimbas pada space untuk ilustrasi).

Sekali lagi, tidak ada yang sempurna. Tapi, saya senang memperbaiki kesalahan yang saya lakukan dan belajar dari kesalahan itu. Sesungguhnya, buat saya, bahasa Indonesia yang baik dan benar itu bikin saya tekanan batin dan frustrasi. 

Selamat membaca! Terima kasih untuk Eva Riyanty Lubis yang sudah mau berbagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar